Semua santri dimuka bumi ini pasti tahu surah pertama dalam Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW, yaitu Surah Al-‘Alaq ayat 1-5. Namun kebanyakan santri hanya terfokus pada ayat pertama saja yang merupakan perintah untuk membaca, dan terkadang hanya berhenti pada kerangka itu saja, padahal msih ada elemen elemen lanjutan yang harus dilaksanakan untuk dapat memahami secara menyeluruh hakikat pengetahuan dan pembelajaran.
Iqro’ bacalah, kemudian ‘allama ajarkanlah apa yang kamu baca, bi al-Qolam dengan pena. Jadi rentetannya adalah kita harus membaca, membaca pengetahuan yang tersebar di Semesta, mengajarkannya kepada orang-orang disekitar kita, dan jangan lupa tulislah pengetahuanmu tadi agar menjadi pengingat, pengikat agar memberikan kemanfaatan yang lebih luas.
MTs. Salafiyah, sebagai madrasah yang bertolak dari pesantren dan selalu berusaha mengaplikasikan ajaran-ajaran Qur’an dan Sunnah agar menjadi keseharian dalam kehidupan santri-santrinya sedapat mungkin melaksanakan kegiatan-kegiatan penunjang pembelajaran diluar intrakurikuler, atau yang lebih masyhur disebut dengan kegiatan ekstrakurikuler.
Salah satu ekstrakurikuler yang digalakkan adalah jurnalistik, atau dengan bahasa mudahnya kita menyebut kegiatan tulis menulis. Para sanri membentuk wadah organisasi jurnalistik yang diberi nama At-Tatsqif agar para santri dapat meningkatkan kualitas mereka. Setiap tiga bulan sekali, para jurnalis muda ini mempunyai target untuk menerbitkan buletin bulanan, dan puncaknya, di akhir tahun mereka akan mencetak ribuan ekselempar majalah sebagai magnum opus pembelajaran mereka selama satu tahun.
Santri harus membaca, santri wajib menulis, karena membaca adalah salah satu sumber pengetahuan, dan agar pengetahuan itu tidak lepas, maka kita harus menuliskannya. Bagi santri menulis bukan hanya sekedar hobi, menulis adalah Perintah lllahi yang harus mereka tempatkan laksana perintah-perintah lainnya. Abu Bakar Al-Ambari berkata, “Abu Ubaid telah membagi malam menjadi tiga bagian. Dia shalat disepertiga malam, tidur di sepertiga malam, dan menulis buku di sepertiga malam.
Ibnu Taimiyah pernah berkata, ” Hendaknya seseorang berusaha memiliki anak yang akan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sepeninggalannya, sehingga pahalanya juga dapat ia rasakan. Atau, hendaklah ia menulis kitab tentang ilmu. Sebab menulis ilmu ibarat anaknya yang akan tetap kekal. Dari kitabnya akan dinukil sesuatu yang dapat diikuti orang lain, inilah yang tak pernah mati. Suatu kaum telah meninggal sedangkan ditengah-tengah manusia ia masih hidup.
Menulis akan menembus ruang dan waktu, Ibnu Jauzi berkata aku menyimpulkan manfaat menulis banyak daripada manfaat mengajar dengan lisan. Dengan lisan aku bisa menyampaikan ilmu hanya pada sejumlah orang, sedangkan dengan tulisan aku dapat menyampaikan kepada orang yang tidak terbatas yang hidup seseudahku
(by ; Agassa, Writer of Bunyanun Marshush Community)
diambil dari berbagai sumber