Bertepatan dengan momen Nuzulul Qur’an Ramadhan ini, diperingati haul ke-40 Al Maghfurlah K.H. Baidhlawi Siraj Kajen Pati. Beliau adalah ayahanda dari guru kami K.H. Ali Ajib Baidhlawi, yang biasanya kami memanggilnya “Abah Ali”. Sungguh, anugrah Allah ta’ala, kami diberi kesempatan tinggal 3 tahun lamanya di rumah beliau, dan ngapal Alfiyah di Pesarean (maqbarah) beliau.
Beliau adalah K.H. Baidhlawi ibn Siraj ibn Ishaq asal Kajen Pati, yang melalui buyutnya Syeikh K.H. Ahmad Mutamakkin, nasabnya bersambung hingga raja-raja tanah Jawa dan Walisongo. Beliau lahir di desa Kajen Pati pada tahun 1900 M, dan wafat juga di Kajen pada tahun 1982 M, bertepatan dengan tahun 1402 H. Beliau terkenal sebagai pribadi pembelajar yang tekun. Saking cintanya pada Ilmu agama, beliau senang mengembara ke berbagai pondok pesantren di Jawa hingga Madura, bahkan hingga ke Makkah – Madinah. Sebagai contoh hasil intelektualnya adalah Kitab Madzraful Basyir dalam bidang Ilmu Tafsir.
Al-Kisah, Ilmu Ushulit Tafsir (Ilmu Metodologi Tafsir) baru dibukukan dalam wujud kitab khusus, pertama kali, adalah buah tangan seorang ulama asal Kairo Mesir, yaitu: Imam Jalaluddin Al-Bulqini (763 H – 824 H) dalam karyanya Mawaqi’ al Ulum fi Mawaqi’ An-Nujum. Akantetapi, pada periode selanjutnya, Imam Jalaluddin As Suyuti (849 H – 911 H) menelaah kitab tersebut dan takjub, serta merasa perlu memberikan ulasan dan tambahan di dalamnya, sehingga menulis kitab At- Tahbiir fi Ilmit Tafsir. Dengan kitab ini, Kemudian beliau dikenal sebagai ‘tangan kedua’ dalam ilmu ini. Walaupun kemudian, beliau mencampuradukkan ilmu ini dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an yang lainnya, dalam kitabnya Al Itqaan fi Ulumil Qur’an. Bahkan, beliau juga mencampurkannya dengan ilmu-ilmu Islam dalam kitab An Nuqayyah dan-atau kitab Itmamu ad Dirayah li Qurra’i an- Nuqayyah.
Lalu, pada periode berikutnya, ditulislah Kitab Mandzumat Asy-Syiekh Az Zamzami fi Ilmi Ushulit Tafsir, yang merupakan sambungan dari Ilmu Metodologi Tafsir yang dituliskan oleh Imam Jalaludin As Suyuti dalam kitab An-Nuqayyah. Kitab ini ditulis oleh Syeikh Abdul Aziz Ar Rais Az Zamzami ‘Izzuddin ibn Ali ibn Abdul Aziz ibn Abdussalam ibn Musa ibn Abi Bakr ibn Akbar ibn Ali ibn Ahmad ibn Ali ibn Muhammad ibn Dawud Al-Baidhlawi. Beliau ber-asal dari kota As Syiraz, namun berdomisili di kota Mekkah. Ini dikarenakan; Buyutnya yg bernama Syeikh Ali ibn Muhamad ibn Dawud diamanahi mengelola sumur Zamzam, maka sejak saat itu keluarga beliau menetap di Makkah, dan tersohor dengan sebutan ‘Az-Zamzami’. Beliau lahir di Makkah pada tahun 900 H, dan wafat juga di Makkah pada tahun 976 H. Beliau terkenal sebagai ulama pakar Bahasa dan Sastra Arab, juga Tafsir al-Qur’an. Dan, Karya monumentalnya adalah kitab Mandzumah ini.
Kemudian, kitab Mandzumah ini menginspirasi banyak ulama, sehingga ilmu metodologi tafsir pun mengalami perkembangan, dalam wujud banyak kitab dan secara berantai. Lihat saja misalnya, Syeikh Muhamad ibn Ali ibn Abdurrahman Al Musari al Hadhramiy (w. 1354 H) memberi ulasan (syarh) atas kitab Mandzumah ini dalam sebuah kitabnya yg berjudul Nahjut Taisiir Syarh Mandzumati Az Zamzami fi Ushulit Tafsir. Kemudian, kitab syarh ini juga diberi catatan penjelas (hasyiyah) oleh Sayyid Alawi ibn Abbas al Maliki (w. 1391 H), ayahanda Sayyid Muhammad Al Maliki dan juga gurunya Mbah Maimun Zubair, dalam kitabnya Faidhul Habiir wa Khulashatut Taqriir. Juga, Syeikh Yasin ibn Isa Al Fadani (w. 1411 H) pun memberi catatan mengulas (hasyiyah) juga. Kemudian, Kitab Mandzumah berikut Syarhnya, juga kedua Hasyiyahnya tersebut, dicetak oleh penerbit Muassasah Khalid di Riyadh Saudi Arabia.
Tidak hanya yang berantai, ada juga sosok Syeikh Muhamad Yahya ibn Syeikh Amman yang secara mandiri dan langsung, memberi penjelasan sekaligus ulasan atas Mandzumah ini, dalam sebuah kitabnya At Taisiir Syarh Mandzumat Tafsir. Kitab ini diterbitkan pertama kali di Mesir pada tahun 1355 H oleh penerbit Mathba’ah Mustafa Muhammad Shahib al Maktabah at Tijariyah Al Kubra.
Juga, Kyai Baidhawi Siraj (w. 1402 H) yang secara mandiri dan langsung memberi ulasan dan penjelasan atas kitab Mandzumat ini, dalam sebuah kitabnya berjudul Madzraful Basyir. Adapun hal yang istimewa dan khas dari Mbah Baidhawi ini adalah beliau mengumpulkan informasi ilmu metodologi tafsir yang ada di ‘kepala’ Imam Jalaludin As Suyuti (w. 911 H) yang dibaginya di tiga kitabnya, yaitu; At Tahbiir, Al Itqaan, dan An-Nuqayyah. Oleh sebab pemilik Mandzumat adalah pakar bahasa dan sastra Arab, maka Syarhnya Kyai Baidhawi ini juga memuat unsur kebahasaan dan syair-syair Arab. Ini tentu berat. Sehingga, bagi orang yang hendak menelaah kitab ini, dibutuhkan modal ilmu bahasa dan Sastra Arab, berikut minum vitamin berkah yg banyak, untuk bisa meraih inti mutiara ilmu metodologi tafsir ini.
Nah, dalam momen haul Al Maghfurlah Mbah Baidhawi tahun ini, almamater kami Madrasah Salafiyah, yang didirikan oleh Mbah Baidhlawi, menghadirkan salah seorang santri Mbah Baidhawi di era 60/70-an, yaitu; K.H. Abdul Aziz Yasin. Beliau ini santri, yang sekaligus diperintahkan oleh Mbah Baidhawi untuk mengajarkan Kitab Madzraful Basyir ini kepada santri-santrinya yang lain. Sehingga, beliau pun mengijazahkan kitab ini kepada hadirin peringatan haul, baik yang offline maupun online. Dan, karena efek pandemi, kami hanya bisa menikmati berkah ini secara Online via Youtube yg dishare oleh panitia.
Sebenarnya, ini adalah momen melepas dahaga lama. Karena, Dulu sewaktu nyantri dan tinggal di rumah mbah Baidhawi, kami mendengar dari ibu nyai Hj Shofwah (Istri Abah Ali Ajib ibn K.H. Baidhlawi) bahwa Mbah Baidhlawi punya kitab ilmu Tafsir, tetapi entahlah dimana jejaknya. Kemudian, kami pun penasaran dan berusaha mencarinya, namun tidak ketemu, dan alhamdulillah kini sudah ada dan diijazahkan oleh santri beliau langsung.
Selesai dahaga ini di momen haul tersebut, tetapi di momen itu pula muncul dahaga intelektual baru. Yakni, salahseorang cucu Mbah Baidhawi mengkhabarkan bahwa Mbah Baidhlawi juga menulis catatan penjelas (hasyiyah) atas Kitab al Iqna’ fi Halli Alfaadzi Abi Suja’ karya Imam Syamsudin Muhamad ibn Muhammad Al Khatiib As Syarbini (w. 977 H). Dalam hati kami, “Wah makin jadi penasaran ini dan bisa ‘menghebohkan’ jagad Fiqih Pesantren”. Karena, dunia Pesantren Madzhab Syafi’i dalam hal ini umumnya memakai Hasyiyahnya Al Bujairami (w. 1221 H) yg bernama Tuhfatul Habib ala Syarkhi al Khatib, atau populer dengan nama Hasyiyatu al Bujairamiy ala Al-Khathib. Ataupun, menggunakan Hasyiyahnya Al Qayubi (w.1069 H). Dan, sekarang ada peng-hasyiyah dari ulama asli Indonesia, tentu ini akan makin membanggakan dan menguatkan psikologi santri di keilmuan Fiqh. Semoga di momen haul berikutnya, kita bisa ambil barokahnya. Amien.
Untuk Mbah Baidhlawi, al fatehah…
Penulis: Dr. Ahmad Shofin (Alumni MA Salafiyah dan Pon.Pes. Hajroh Basyir Assalafiyah)
Ciputat, 2 Mei 2021