“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa para pahlawannya”. Itulah salah satu amanat yang disampaikan Pembina Upacara, Bapak Aby Yaskur, S. Pd. I, Selasa (10/11) pagi saat upacara peringatan hari pahlawan di halaman MTs. Salafiyah. Tiap tahun kegiatan ini dilaksanakan sebagai refleksi kecintaan kepada sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah, sekaligus sebagai wujud kontribusi dan ikatan tidak terpisahkan antara dunia pesantren dan Santri serta Bangsa dan Negara Indonesia.
Madrasah Salafiyah sendiri memiliki sejarah panjang dalam partisipasinya memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sejak masa pendudukan fasis militer Jepang (1942), Madrasah Salafiyah pernah ditutup sementara. Kajen menjadi tempat yang diawasi secara ketat. Beberapa pengelola Madrasah Salafiyah ikut terjun ke kancah politik perjuangan, seperti ke Hisbullah atau menangani keagamaan di Pemerintah (sekarang Kemenag). Peristiwa ini mengakibatkan banyak warga Kajen meninggalkan desanya untuk mencari suaka, dan ikut terjun memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, tak ketinggalan KH. Hambali putra KH. Sirodj pendiri Pesantren Salafiyah.Setelah situasi tanah air mengijinkan pada tahun 1945 Madrasah Salafiyah Kajen dibuka kembali, di bawah asuhan KH. Baidlowie Sirodj.
Dalam kesempatan kali ini, Upacara dilaksanakan dengan menggunakan Bahasa Arab sebagai aplikasi pengembangan bahasa asing dilingkungan MTs. Salafiyah. Bapak Aby Yaskur, S. Pd. I, Waka Kesiswaan, bertindak sebagai inspektur upacara, sedangkan Shofiyullah, santri kelas 8 A bertindak sebagai Pemimpin Upacara, adapun Regu Paskibra terdiri dari beberapa santriwati yang terpilih dan lolos seleksi. Mereka adalah Khayyun Afroh, Asna Nailatus Sa’adah, dan Rania Ainun Insyiroh. Adapun MC adalah Fithrotul Maymona, sedangkan pembukaan UUD 45 dibacakan oleh Wulan Syafaatus Solikhah.
Selesai prosesi upacara, Grup Teater MTs. Salafiyah (TeTs) melakukan pertunjukan teatrikal perlawanan rakyat Indonesia terhadap Sekutu. Rakyat Indonesia dari berbagai elemen melakukan pemberontakan dengan persenjataan seadaanya yang dipimpin oleh Bung Tomo. Para janda-janda pun turut andil mewarnai perjuangan tersebut. Mereka tidak rela tanah air Indonesia jatuh lagi ke tangan para penjajah. Pada akhir pertujukan gemuruh sorak penonton menutup aksi Teatrikal Hari Pahlawan.